Fokus utama buku ini adalah menggambarkan dengan jelas hubungan budaya para pekerja migran Madura di Malaysia dan pulau asal mereka. Para pekerja migran Madura melakukan ritual-ritual yang biasa dilakukan di kampung halaman mereka seperti yasinan, tahlil, dan slametan. Mereka juga menerima kunjungan dari para kiai Madura yang sedang dalam misi dakwah dan menggalang dana untuk pesantren mereka. Ritual-ritual dan kunjungan dari kampung halaman ini memberikan penghiburan bagi para pekerja migran Madura dan mengurangi rasa keterasingan mereka di lingkungan yang asing dan seringkali tidak bersahabat. Hubungan simbolis dengan kampung halaman menumbuhkan solidaritas kolektif yang kuat yang dibutuhkan oleh para buruh migran Madura; memastikan keamanan dan kenyamanan mereka dalam menghadapi ancaman nativis dan kebrutalan polisi.
Isu pekerja migran memperlihatkan kemunafikan Malaysia. Di satu sisi, Malaysia membutuhkan tenaga kerja impor yang murah untuk melakukan apa yang disebut sebagai pekerjaan 3D (dirty, dangerous and difficult: kotor, berbahaya, dan sulit) yang tidak mau dilakukan oleh penduduk setempat dengan upah yang rendah. Di sisi lain, banyak penduduk lokal yang memusuhi pekerja migran yang dianggap tidak canggih (kelas bawah) yang berada di Malaysia untuk mencuri pekerjaan dari penduduk lokal. Para politisi dan aktivis yang tidak bertanggung jawab mengobarkan sentimen xenofobia terhadap pekerja migran untuk mengalihkan perhatian publik Malaysia dari masalah-masalah nyata seperti korupsi, upah yang tertekan, harga komoditas yang tinggi, dan rendahnya prospek kerja di kalangan anak muda.
Reviews
There are no reviews yet.