Abdurrahman Wahid tampil ke tengah pergumulan politik dan intelektual Indonesia pada awal 1970-an ketika kiai, pesantren dan Nahdlatul Ulama berada dalam posisi sangat memprihatinkan: diremehkan baik oleh pejabat pemerintah maupun kaum intelektual muslim perkotaan, disingkirkan dari politik secara sistematis, dan hanya dianggap sebagai beban atau penghambat modernisasi dan pembangunan.Tema penting yang selalu diangkat dalam tulisan-tulisan Abdurrahman Wahid adalah kecintaannya yang mendalam terhadap Islam tradisional (kiai, pesantren dan NU). Seri tulisannya yang dimuat dalam majalah Tempo menegaskan pandangan bahwa yang paling eksentrik dan misteri dari pemimpin tradisional (kiai) adalah kemampuannya berpikir lateral untuk mencari jalan keluar bagi masalah sosial yang bertentangan dengan anggapan komunitasnya.
Greg Barton, 1999
Abdurrahman Wahid-lah yang menjembatani dunia keulamaan tradisional dan pemikiran modern, mendukung sintesis intelektual reformis dan agenda sosial yang membedakan antara doktrin-doktrin atau hukum-hukum agama yang baku dengan akomodasi logis dan perubahan sosial.
John L Esposito & John O Voll, 2001
Pemikiran Abdurrahman Wahid berangkat dari keinginan untuk menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dipertahankan oleh kalangan kiai pesantren, dengan kitab-kitab klasik sebagai muqarrar-nya, masih sangat relevan untuk dicerdasi sebagai pijakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
KH Cholil Bisri, 1999
Reviews
There are no reviews yet.